KEARIFAN
TRADISIONAL MASYARAKAT SUKU ABUN
DALAM
UPACARA ADAT PEMANGGILAN PENYU
SEBAGAI
UPAYA PERLINDUNGAN PENYU BELIMBING
Oleh, Joh. Sundoy
BANYAK orang
belum kenal kalau di pesisir utara
kabupaten Tambrauw provinsi papua barat , tepatnya ada di wilayah utara kepala
burung pulau papua terletak di sepanjang pesisir pantai disana ada pasir
yang putih yang terlintas jauh
terpandang dengan panjang sekitar 7 km.
Tempat sering di sebut kawasan esensial jamusba medi dan pantai warmon
merupakan tempat yang paling penting bagi seekor penyu yang berukuran besar dengan
panjang 1,80 cm dan lebar 1,27 cm dengan berat sekitar 700 kg, punggungnya berbentuk
seperti buah belimbing, maka disebut penyu belimbing.
Untuk
mengetahui kenapa penyu belimbing ada di pantai
jamusba medi dan pantai warmon
adda cerita menarik dari masyarakat Adat yang di yakini memiliki kesakralan dan
akan menjadi sebuah acuan yang membantu
menyungguhkan bagaimana keberadaan alam nya? mengapa penyu terus
berkurang ? apa yang menajdi masalah utama? Kenapa masalah ini bisa terjadi? Dan
bagaimana memanggil mereka untuk kembali!? Mari kita ikutibersama prosesi Adat
yang akan oleh masyarakat Adat sesuai kearifan adat melalui lembaran komitmen
yang di meteraikan dalam mitos batu rumah dan penyu belimbing.
Ikuti
cerita penyu belimbing dan batu
rumah yang terjadi sejak ribuan tahun
yang lalu dan di yakini masyarakat adat bahwa mitos ini adalah fakta dengan bukti
bahwa cerita ini abadi dan kini menjadi sebuah batu yaitu batu rumah dan batu
penyu yang masih terbaring disana (pantai jamusba medi)...................................................................
Sejarah batu rumah
dan penyu belimbing
Sejak dahulu kala penyu belimbing sudah menyatuh dengan alam dan manusia yang
ada disekitarnya( menyatuh secara Adat). Sebuah mitos (ceritera rakyat) yang
sudah membuktikan bahwa penyu belimbing sudah dinobatkan sebagai istri dari
sebuah batu yang berbentuk rumah yang ada di kawasan peneluran penyu belimbing. Cerita mitos ini awal mulanya
berasa dari sungai
Aswok/Ajer diatas gunung Tokir Kampung Rufmot/Wewetmuk Distrik Miyah,
sebelumnya batu rumah (Jokja) tinggal bersama kakak kandungnya Waisikek dan kemudian mereka
bertengkar dan waisikek kakaknya mengusir batu rumah untuk segera pergi dari
gunung tokir dan mencari tikar merah perempuan yessa di pantai (pasir jemusba
medi), batu rumah pergi dari gunung tokir dengan membawa semua perlengkapan yaitu buah merah, daun gatal, tongkat,
sagu, daun lebar, batu gosok, empat ekor anjing, dan anak panah kemudian batu rumah berangkat
meninggalkan gunung Tokir bersama anak perempuannya dan pengawal-pengawalnya (4
ekor anjing). Didalam perjalanan yanh jauh dan panjang itu batu rumah
meninggalkan banyak kesan yaitu semua perlengkapan yang di harus membayar
tempat-tempat dimana di istirahat, bahkan merelakan anaknya kawin dengan batu
baurat (jokjar) dan itu merupakan tuntutan adat yang wajib di lakukan untuk
menebus perjalanan dan akhirnya tiba di pantai sesuai perjajnjian kakaknya. Setelah tiba di pantai dan menemukan tikar
merah perempuan yessa disitulah batu rumah menetap dengan 4 ekor anjingnya
hingga sekarang.
Setelah
menetap di pantai disinilah awal perjumpaan antara penyu dan batu rumah.
awalnya penyu belimbing yang juga datang ke tikar merah perempuan yessa adalah
untuk bertelur dan batu rumah dan dala
perjumpaan itu maka batu dan penyu menjalin hubungan persahabatan dan saling
menghormati. Penyu menyebut batu rumah sebagai dewa pantai dan batu rumah
menyebut penyu sebagai dewa laut. Persahabatan
itu semakin diperkuat dengan pernyataan atau komitmen yaitu bahwa batu rumah
akan menjadi penjaga sarang dan telur yang di tinggalkan penyu hingga menetas
dan akan di kembalikan ke laut. Kesepakatan ini sebagai sebab sehingga penyu
tidak pernah datang menegok sarang dan telurnya sebab batu rumah sudah berjanji
untuk merawat sarang dan telurnya hingga menetas. Lewat beberapa musim kemudian
sarang penyu dan telurnya di makan oleh anjing
penajga batu rumah, dan akhir menodai perjanjian menyebab terjadi
pertengkaran dan penyu tidak mau kembali bertemu dengan batu rumah dan pergi ke
warmon menitip telurnyadi warmon sambil menunggu tuntutan adat yang dilakukan
oleh penyu kepada batu urmah atas kerusakan sarang dan telur yang dimakan oleh
penjaganya. Kemudian batu rumah segera menyampaikan masalah ini kepada kakaknya
Waisikek bahwa
ada terjadi pertengkaran dengan sahabatnya dewa laut akibat penjaganya telah menodai perjanjian mereka, maka
batu rumah dituntut untuk membayar adat.
Dan kakanya bersedia membantu proses pembayaran adat dan prosesi itu dilakukan melalui
sebuah upacara adat perdamaian menjalini
persahabatan mereka untuk kembali barsatu melalui perjanjian yang erat yaitu
kakanya Waisikek melakukan pembayaran adat
sekaligus mengigat persahabat melalui permintaan perkawinan maka kakanya
meminang penyu agar segera kawin dengan batu rumah untuk mengikat perjanjian
bahwa batu rumah harus setia memlihara
dan menjaga sarang dan telur penyu ningga menetas dan kembali bertemu dengan
ibunya di laut bebas. Disisnilah perjanjian ini dijaga oleh adat hingga
sekarang. Perjanjian ini yang menjadi dasar untuk memanggil penyu sesuai dengan
budaya dan adat. Proses perkawinan batu rumah dan penyu diaksanakan dalam
bentuk upacara adat yang unik dan sakral akhirnya kKny Waisikek berhasil mengawinkan batu rumah
dengan penyu belimbing dan keduanya menjadi satu, terus ada dan menetap di pantai pasir jamusba medi. Melalui peristiwa ini dan proses yang sudah dilakukan
maka ini dipelihara secara adat oleh masyarakat turun temurun hingga sekarang.
Setelah
perkembangan dan berbagai aktifitas akhirnya penyu belimbing saat ini sudah
semakin berkurang maka dengan pengalaman ceritera diatas masyarakat adat
menyikapinya dengan serius dan harus melakukan upacara adat sebagaimana yang
dilakukan oleh batu rumah. Prosesi ini dilakukan dengan beberapa tahap dan
dilakukan sesuai dengan tata aturan adat melalui tokoh-tokoh yang berlatar
belakang pengetahuan adat. Hal ini diyakini oleh masyarakat bahwa apa yang
dilakukan sejak dahulu walaupun sekarang dianggap mitos namun masyarakat
mengatakan bahwa itu adalah sebuah mitos yang bernyawa, maka saat ini perlu
dilakukan upacara adat pemanggilan penyu (melakukan denda adat) atas segala
pelanggaran dan kesalahan yang dilakukan selama ini dan diyakini bahwa penyu
akan kembali melakukan aktifitas, sebab komitmen ini di buktikan dengan batu
rumah yang masih ada dan batu penyu yang juga masih ada.
Prosesi upacara adat
secara
lokal masyarakat adat memiliki kearifan dalam hal melakukan pemanggilan dengan
dasar memiliki pendidikan adat yang kuat. Upacara adat ini tidak dilakukan
begitu saja tetapi harus melalui beberapa proses, yaitu masyarakat harus
melakukan musyawarah untuk menetukan topik dan tokoh-tokoh adat yang terlibat,
menetukan lokasi yang akan dilakukan upacara adat, siapa-siapa saja yang akan
dilibatkan, berapa lama melakukan persiapan, dan apa saja yang harus
dipersiapkan untuk upacara adat.
Secara
adat masyarakat sudah sangat memahami proses ini, namun perlu ada kesepakatan
dalam persiapan sampai pada palaksanaan dan harus membuktikan bahwa upacara
adat ini akan memberi solusi untuk penyu kembali seperti dahulu dan mengalami
pemulihan diri atas segala kesalahan yang sudah terjadi.
Masyarakat
percaya sungguh atas aksi adat pemanggilan karena hal ini sudah sering di
lakukan oleh masyarakat, misalnya ada pesta adat masyarakat wajib makan penyu
sebagai ungkapan syukur atas sesuatu yang di peroleh atau keberhasilan yang di
capai oleh seseorang atau untuk perkawinan.
Dalam
kacamata ilmiah perlu kajian dan analisis, tetapi sera adat masyarakat percaya
bahwa ilmiah tidak bisa membukti hal-hal tertentu sebab itu bersifat analisis
tetapi adat melihat itu atas situasi alam yang memperrat kebersamaan dan akan
terjalin baik sebab itu alam yang sudah di miliki sejak saman purba kala, zaman
primitif hingga saman moderen tetapi kearifan ini masih melekat dan akan terus
melekat dan akan berakhir bersama akhir bumi.
Rencana kegiatan
Setelah
kawasan jamusba medi dikembalikan kepada masyarakat maka saat ini masyarakat
bertanggungjawab untuk memulihkan semua pelanggaran dan kesalahan yang
dilakukan sebelumnya. Dari kacamata adat melihat aktifitas yang terlalu
melampau keberadaan alam dan alam menjadi jenuh karena alam dan satwa ini
sangat menyatuh dalam menjalin kehidupan, oleh sebab itu keterikatan ini perlu
di satukan kembali sehingga mereka merasa menyatuh. Saat ini ada terjadi
semacam keretakan antara satwa dan alam, sementara manusia hanya mengejar
kebutuhan tanpa menghormati keberadaan alam. Adat memandang bahwa proses ini
yang perlu kita pulihkan bersama agar tidak terjadi semacam kebencian. Alam
akan merasa bosan ketika kita mengejar kebutuhan kita dati alam tetapi kita
tidak memelihata, merawat dan menjaganya dengan baik maka alam akan menolak
segala rencana, dan sebaliknya ketika kita menjalin hubungan ini menjadi baik
maka alam merasa kedamaian untuk menjalin hubungan baik serta semua yang hidup
di alam akan merasakan kedamaian itu.
Masyarakat
adat saat ini merasakan hal tersebut. Untuk itu mari kita semua dengan berjiwa
besar, dan rasa bersalah yang besar atas perbuatan kita yang tidak
menyenangkan. Penyampaian permohonan maaf dan menjalin hubungan kerjasama yang
baik saling menasehati dan saling mengingatkan jia ada sesuatu yang salah. Kita
tidak bisa mengatakan bahwa ilmu pengetahauan (proses ilmiah itu yang benar)
sementara kita tidak menyadari bahwa ada ilmu lokal memiliki kekuatan dalam
memahami keberadaan alam. Untuk itu kedua pengetahuan ini tidak bisa terpisah
tetapi harus dipadukan antara ilmu kampung dan ilmu kampus untuk bekerja sama
melakukan dan melindungi penyu dari segala siksaan.
Kalaupun
selama ini ada berbagai
pandangan, tanggapan, dan bahkan issu-issu yang terus berkembang dan
mempengaruhi berbagai kalangan yang mempersoalkan keberadaan penyu belimbing
yang semakin punah. Saat ini kita tidak bisa salaing menuduh tetapi kita harus
bersatu dan bertanggungjawab untuk mengembalikan semua kepemilikan alam sebagai
yang anut oleh adat, dan kita percaya bahwa adat akan membatu kita untuk mendapatkan
solusi, dengan dukungan moral kita memberikan apresiasi kepada masyarakat sebab
ide, saran dan tanggapan yang datang dari masyarakat Adat dan kemampuan melalui
kearifan lokal yang akan membuktikan bahwa penyu belimbing tidak akan pernah
punah atau hilang sebab secara lokal ada hubungan batin yang sudah terjalin
sejak dahulu kala oleh nenek moyang, dan bukti ini diabadikan melalui sebuah
batu yang berbentuk rumah yang ada di kawasan peneluran penyu belimbing
(jamusba medi) dan batu penyu yang juga masih terpampang di sana. Dan bukti ini
akan di ungkapkan melalui sebuah upacara Adat pemanggilan penyu.
No comments:
Post a Comment