Sunday, July 8, 2018

KEARIFAN LOKAL UNTUK MENYELAMATKAN PENYU BELIMBING YANG TERANCAM PUNAH


KEARIFAN LOKAL
UNTUK MENYELAMATKAN PENYU BELIMBING
YANG TERANCAM PUNAH

Mengawali dengan kearifan local masyarakat adat suku Abun di wilayah pesisir utara kabupaten Tambrauw.
Gerakan ini di awali pada tahun 1998, melalui sebuah tulisan skripsi dengan Judul “ Peran Adat Dalam Pelestarian Penyu”.
Setelah menyelesaikan pendidikan tahun 2000 di Uncen Jayapura, saya merasa terpanggil untuk harus rela pulang kampong bekerja bersama masyarakat untuk mengembalikan kearifan local untuk menyelamatkan satwa tersisa ini.
Sungguh mulia Karya Tuhan bagi Negeri Kami, kalimat ini patut kita ucapkan karena tanpa campur tangan Tuhan tidak ada sesuatu yang akan terjadi di bumi.
Karya ciptaan Tuhan yang menempatkan tempat pesisir pantai Jen Womo sebagai tempat yang layak untuk peneluran dan kelahiran bayi seekor bayi (tukik) Penyu belimbing.
Siapapun manusia di bumi ini tidak akan mampu membuat komitmen untuk menjaga, memelihara dan melindung penyu bellimbing dari kepunahan. Terutama kawasan tempat dimana penyu belimbing beraktifitas.
Semua ini dikembalikan kepada kita untuk mrenungkan betapa pentingnya semua mahkluk ciptaan Tuhan kita nyatakan adalah penting, maka semua ini akan mendatangkan segala kebaikan dan keharmonisan kebersamaan hidup yang aman nyaman terus menghiasi bumi yang tersisa dan Tua ini.
Pasti penasaran kalau melihat gambarnya dan membanyangkan satwa satu ini dan mengapa di sebut penyu belimbing? Kalau dilihat dari bagian atas punggunya, yaitu cangkang tubuhnya yang hapir sama bentuknya dengan buah belimbing yang terlintas dibagian punggungnya yaitu ada berupa garis-garis menonjol yang tidak rata dan kulitnya agak tebal hitam berbintik putih, tubunya besar dan badanya keras, diliputi kulit kuat dari zat tanduk yang disebut karapas..  penyu ini tidak bersisik, dan garis-garis itu ada lima sampai tujuh garis tebal yang memanjang dari leher sampai ekor . Panjang karapas mencapai 2,5 m dengan berat mencapai 1500 Kg, umurnya dapat mencapai 200 tahun lebih.

Di mancanegara, penyu yang dilindungi ini tenar dengan sebutan leatherback turtles. Sedangkan dalam dunia sains ia disebut Dermochelys coricea. Nama famili dermochelys berasal dari bahasa Yunani yaitu derma berarti kulit dan chelys artinya penyu. Nama spesies coricea juga merujuk pada bahasa Yunani, corium berarti kulit lembu (puailiggoubat.com, 2010).
Ketika saatnya untuk berelur, maka seekor penyu betina akan merangkak dan naik ke pantai untuk bertelur, biasanya hingga empat kali sepanjang satu musim bertelur. Sedangkan Sekali bertelur, satu penyu rata-rata menghasilkan 40-50 telur.

Untuk melindungi dari predator, ia mengubur telurnya. Ketika mengubur telurnya, sirip depannya mengais-ngais pasir dan mengarahkan ke bagian belakang, membuat gundukan kecil diatas lobang, sedangkan bagian sirip kakinya nampak melakukan gerakan-gerakan memadatkan tanah. Penyu betina pada umumnya untuk usia bertelur jika mereka sudah mencapai umur 10 tahun. Sayangnya, dari puluhan telur yang dihasilkan, hanya ada satu tukik (bayi penyu) yang mampu bertahan hingga dewasa (10 tahun)(WWF,2010). Musim kawin penyu ini berlangsung dari bulan Juni sampai Agustus. Penyu ini menggali pasir kira-kira 50 cm dalamnya dengan diameter 50 cm. Kemudian mereka bertelur dalam lubang dan menimbunnya kembali dengan pasir. Kegiatan ini dilakukan kira-kira selama 2½ jam. Pasir itu kemudian mengerami sendiri telur-telur itu selama 6-8 minggu sampai menetas menjadi tukik yang keluar dari sarang untuk kemudian merangkak ke laut.

Penyu belimbing beratnya bisa mencapai 600-900 kg selalu punya kehidupan yang berbeda dari penyu lainnya. Saat baru menetas beratnya kurang dari 200 gram dan penyu kecil tersebut langsung berenang ke laut lepas. Ia baru kembali ke daratan setelah berat badannya mencapai sekitar 600 kg, hanya untuk bertelur. Dan hanya bagi penyu betina dewasa yang ke daratan selama sekitar tiga jam dalam setiap masa bertelur lalu kembali ke laut, dan naik lagi ke daratan untuk bertelur 2-3 tahun kemudian.
            Penyu belimbing telah bertahan hidup lebih dari ratusan juta tahun, kini menghadapi ancaman kepunahan. Selama dua puluh tahun terakhir jumlah ini mengatakan menurun dengan cepat, dan khususnya di kawasan pasifik diperkirakan hanya sekitar 2.300 betina dewasa yang tersisa. Hal ini menempatkan penyu belimbing pasifik menjadi penyu laut yang paling terancam populasinya di dunia. Di kawasan Pasifik, seperti di Indonesia, populasinya hanya tersisa sedikit dari sebelumnya (2.983 sarang pada 1999 dari 13000 sarang pada tahun 1984). Untuk mengatasi hal tersebut, pada tanggal 28 Agustus 2006 tiga negara yaitu Indonesia, Papua New Guinea dan Kepulauan Solomon telah sepakat untuk melindungi habitat penyu belimbing melalui MoU Tri National Partnership Agreement (wwf.or.id, 2006).

Termasuk satu dari tujuh spesies penyu dunia, penyu belimbing senang berdiam di kawasan pantai yang gelap dan sunyi. Ketika bertelur penyu betina mencari pasir untuk menyimpannya. Biasanya musim bertelur penyu betina ini adalah sekitar musim semi. Mereka kerap mampir di sepanjang pantai Thailand, Suriname, Malaysia, Sulawesi dan beberapa kawasan pesisir Amerika Selatan. Mereka menyukai kawasan laut yang masih memiliki banyak terumbu karang dan berhawa hangat. Di Indonesia, penyu belimbing terkadang masih bisa dijumpai di pesisir Sulawesi, Bali,Papua, dan Tasikmalaya. Penyu ini termasuk perenang hebat karena mampu mengembara sejauh 3.000 kilometer. Walau memiliki kekuatan mengagumkan, makanan penyu ini hanya ubur-ubur laut. (puailiggoubat.com,2010)

Dewasa ini keberadaan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) dikategorikan ke dalam satwa yang langka. Penyu Belimbing  disebut juga Leatherbacks turtle  dilindungi sebagaimana diatur dalam CITES (Convention on International Trade of Endangered Species), adalah merupakan kesepakatan internasional antara pemerintah (Negara) dengan tujuan untuk memastikan bahwa perdagangan internasional tidak mengacu keberadaan hidup satwa liar. Appendix 1- Species threatened with extinction (spesies yang terancam punah). Saat ini diperkirakan hanya sekitar 2.300 penyu betina dewasa yang tersisa diseluruh Samudera Pasifik. Menurut IUCN satwa ini dikategorikan kritis (Critically Endangered) dengan trend populasinya semakin hari semakin menurun (Pop. trend: decreasing).

Di kawasan Pasifik, seperti di Indonesia, populasinya hanya tersisa sedikit dari sebelumnya (2.983 sarang pada 1999 dari 13000 sarang pada tahun 1984). Di Indonesia, satwa ini dikategorikan sebagai satwa yang langka yang disebabkan beberapa hal antara lain predator alami (babi hutan dan anjing hutan), kapal ikan yang beroperasi di bagian lautan Pasifi dan lautan Aru,dan kerusakan habitatnya tempat bertelur penyu ini yang disebabkan kebiasaan warga sekitar dalam menambang pasir dan perburuan secara liar (wwf.or.id, 2010).
 Nilai yang terkandung dalam satwa ini sangat beranekaragam oleh karena itu pemahaman tentang satwa ini sangat menentukan perlakuan manusia terhadap satwa ini. Apabila dibiarkan, maka keberadaan satwa ini akan semakin terancam.
Penyu belimbing atau Dermochelys coriacea merupakan satwa purba yang sudah ada sejak 150 juta tahun yang lalu bahkan dipastikan sudah ada sebelum dinosaurus. Dari 30 jenis penyu yang ada, saat ini tinggal tersisa 7 spesies penyu yang bisa kita temukan. Indonesia memiliki enam dari tujuh jenis spesies penyu yang ada di dunia, dimana penyu belimbing memiliki ukuran paling besar diantara yang lainnya. Selain ukurannya yang lebih besar, penyu belimbing atau Dermochelys coriacea, satu-satunya jenis penyu yang tidak memiliki kerapas dengan bentuk punggung menyerupai buah belimbing.
Penyu belimbing telah bertahan hidup lebih dari ratusan juta tahun, kini menghadapi ancaman kepunahan. Selama dua puluh tahun terakhir jumlah ini mengatakan menurun dengan cepat, dan khususnya di kawasan pasifik diperkirakan hanya sekitar 2.300 betina dewasa yang tersisa. Hal ini menempatkan penyu belimbing pasifik menjadi penyu laut yang paling terancam populasinya di dunia. Di kawasan Pasifik, seperti di Indonesia, populasinya hanya tersisa sedikit dari tahun-tahun sebelumnya.
Saat ini populasi penyu belimbing di Pantai Jeen Womom dan Pantai Warmon semakin terancam punah akibat meningkatnya aktivitas manusia. Sampah plastik yang tersebar di laut lepas seringkali terlihat seperti ubur-ubur bagi penyu belimbing. Karena rahangnya yang lunak penyu belimbing hanya memakan makanan yang juga sangat lunak, yaitu ubur-ubur. Akibatnya, plastik yang dimakan penyu belimbing tidak dapat dicerna hingga pada akhirnya membunuhnya.
BY. JUZAC. SUNDOY


No comments:

Post a Comment