KEARIFAN LOKAL
UNTUK MENYELAMATKAN PENYU
BELIMBING
YANG TERANCAM PUNAH
Mengawali dengan
kearifan local masyarakat adat suku Abun di wilayah pesisir utara kabupaten
Tambrauw.
Gerakan ini di awali
pada tahun 1998, melalui sebuah tulisan skripsi dengan Judul “ Peran Adat Dalam
Pelestarian Penyu”.
Setelah menyelesaikan
pendidikan tahun 2000 di Uncen Jayapura, saya merasa terpanggil untuk harus
rela pulang kampong bekerja bersama masyarakat untuk mengembalikan kearifan
local untuk menyelamatkan satwa tersisa ini.
Sungguh mulia Karya Tuhan bagi Negeri Kami, kalimat
ini patut kita ucapkan karena tanpa campur tangan Tuhan tidak ada sesuatu yang
akan terjadi di bumi.
Karya ciptaan Tuhan yang menempatkan tempat pesisir
pantai Jen Womo sebagai tempat yang layak untuk peneluran dan kelahiran bayi
seekor bayi (tukik) Penyu belimbing.
Siapapun manusia di bumi ini tidak akan mampu
membuat komitmen untuk menjaga, memelihara dan melindung penyu bellimbing dari
kepunahan. Terutama kawasan tempat dimana penyu belimbing beraktifitas.
Semua ini dikembalikan kepada kita untuk mrenungkan
betapa pentingnya semua mahkluk ciptaan Tuhan kita nyatakan adalah penting,
maka semua ini akan mendatangkan segala kebaikan dan keharmonisan kebersamaan
hidup yang aman nyaman terus menghiasi bumi yang tersisa dan Tua ini.
Pasti penasaran kalau melihat gambarnya dan
membanyangkan satwa satu ini dan mengapa di sebut penyu belimbing? Kalau
dilihat dari bagian atas punggunya, yaitu cangkang tubuhnya yang hapir sama
bentuknya dengan buah belimbing yang terlintas dibagian punggungnya yaitu ada
berupa garis-garis menonjol yang tidak rata dan kulitnya agak tebal hitam
berbintik putih, tubunya besar dan badanya keras, diliputi kulit kuat dari zat
tanduk yang disebut karapas.. penyu ini tidak bersisik, dan garis-garis itu ada
lima sampai tujuh garis tebal yang memanjang dari leher sampai ekor . Panjang karapas
mencapai 2,5 m dengan berat mencapai 1500 Kg, umurnya dapat mencapai 200 tahun
lebih.
Di mancanegara, penyu yang dilindungi ini tenar
dengan sebutan leatherback turtles. Sedangkan dalam dunia sains ia
disebut Dermochelys coricea. Nama famili dermochelys berasal dari
bahasa Yunani yaitu derma berarti kulit dan chelys artinya penyu.
Nama spesies coricea juga merujuk pada bahasa Yunani, corium
berarti kulit lembu (puailiggoubat.com, 2010).
Ketika saatnya untuk berelur, maka seekor penyu
betina akan merangkak dan naik ke pantai untuk bertelur, biasanya hingga empat
kali sepanjang satu musim bertelur. Sedangkan Sekali bertelur, satu penyu
rata-rata menghasilkan 40-50 telur.
Untuk melindungi dari predator, ia mengubur
telurnya. Ketika mengubur telurnya, sirip depannya mengais-ngais pasir dan
mengarahkan ke bagian belakang, membuat gundukan kecil diatas lobang, sedangkan
bagian sirip kakinya nampak melakukan gerakan-gerakan memadatkan tanah. Penyu
betina pada umumnya untuk usia bertelur jika mereka sudah mencapai umur 10
tahun. Sayangnya, dari puluhan telur yang dihasilkan, hanya ada satu tukik
(bayi penyu) yang mampu bertahan hingga dewasa (10 tahun)(WWF,2010). Musim
kawin penyu ini berlangsung dari bulan Juni sampai Agustus. Penyu ini menggali
pasir kira-kira 50 cm dalamnya dengan diameter 50 cm. Kemudian mereka bertelur
dalam lubang dan menimbunnya kembali dengan pasir. Kegiatan ini dilakukan
kira-kira selama 2½ jam. Pasir itu kemudian mengerami sendiri telur-telur itu
selama 6-8 minggu sampai menetas menjadi tukik yang keluar dari sarang
untuk kemudian merangkak ke laut.
Penyu belimbing beratnya bisa mencapai 600-900 kg
selalu punya kehidupan yang berbeda dari penyu lainnya. Saat baru menetas
beratnya kurang dari 200 gram dan penyu kecil tersebut langsung berenang ke
laut lepas. Ia baru kembali ke daratan setelah berat badannya mencapai sekitar
600 kg, hanya untuk bertelur. Dan hanya bagi penyu betina dewasa yang ke
daratan selama sekitar tiga jam dalam setiap masa bertelur lalu kembali ke
laut, dan naik lagi ke daratan untuk bertelur 2-3 tahun kemudian.
Penyu belimbing telah bertahan hidup lebih
dari ratusan juta tahun, kini menghadapi ancaman kepunahan. Selama dua puluh tahun terakhir jumlah ini mengatakan menurun dengan
cepat, dan khususnya di kawasan pasifik diperkirakan hanya sekitar 2.300 betina
dewasa yang tersisa. Hal ini menempatkan penyu belimbing pasifik menjadi penyu
laut yang paling terancam populasinya di dunia. Di kawasan Pasifik, seperti di
Indonesia, populasinya hanya tersisa sedikit dari sebelumnya (2.983 sarang pada
1999 dari 13000 sarang pada tahun 1984). Untuk mengatasi hal tersebut, pada
tanggal 28 Agustus 2006 tiga negara yaitu Indonesia, Papua New Guinea dan
Kepulauan Solomon telah sepakat untuk melindungi habitat penyu belimbing
melalui MoU Tri National Partnership Agreement (wwf.or.id, 2006).
Termasuk satu dari tujuh spesies penyu dunia, penyu
belimbing senang berdiam di kawasan pantai yang gelap dan sunyi. Ketika
bertelur penyu betina mencari pasir untuk menyimpannya. Biasanya musim bertelur
penyu betina ini adalah sekitar musim semi. Mereka kerap mampir di sepanjang
pantai Thailand, Suriname, Malaysia, Sulawesi dan beberapa kawasan pesisir
Amerika Selatan. Mereka menyukai kawasan laut yang masih memiliki banyak
terumbu karang dan berhawa hangat. Di Indonesia, penyu belimbing terkadang
masih bisa dijumpai di pesisir Sulawesi, Bali,Papua, dan Tasikmalaya. Penyu ini
termasuk perenang hebat karena mampu mengembara sejauh 3.000 kilometer. Walau
memiliki kekuatan mengagumkan, makanan penyu ini hanya ubur-ubur laut.
(puailiggoubat.com,2010)
Dewasa ini keberadaan Penyu Belimbing (Dermochelys
coriacea) dikategorikan ke dalam satwa yang langka. Penyu Belimbing disebut juga Leatherbacks
turtle dilindungi sebagaimana
diatur dalam CITES (Convention on International Trade of Endangered Species),
adalah merupakan kesepakatan internasional antara pemerintah (Negara) dengan
tujuan untuk memastikan bahwa perdagangan internasional tidak mengacu
keberadaan hidup satwa liar. Appendix 1- Species threatened with extinction (spesies
yang terancam punah). Saat ini diperkirakan hanya sekitar 2.300 penyu betina
dewasa yang tersisa diseluruh Samudera Pasifik. Menurut IUCN satwa ini
dikategorikan kritis (Critically Endangered) dengan trend populasinya semakin
hari semakin menurun (Pop. trend: decreasing).
Di kawasan Pasifik, seperti di Indonesia,
populasinya hanya tersisa sedikit dari sebelumnya (2.983 sarang pada 1999 dari
13000 sarang pada tahun 1984). Di Indonesia, satwa ini dikategorikan sebagai
satwa yang langka yang disebabkan beberapa hal antara lain predator alami (babi
hutan dan anjing hutan), kapal ikan yang beroperasi di bagian lautan Pasifi dan
lautan Aru,dan kerusakan habitatnya tempat bertelur penyu ini yang disebabkan
kebiasaan warga sekitar dalam menambang pasir dan perburuan secara liar (wwf.or.id,
2010).
Nilai yang
terkandung dalam satwa ini sangat beranekaragam oleh karena itu pemahaman
tentang satwa ini sangat menentukan perlakuan manusia terhadap satwa ini.
Apabila dibiarkan, maka keberadaan satwa ini akan semakin terancam.
Penyu
belimbing atau Dermochelys coriacea merupakan satwa purba yang sudah ada
sejak 150 juta tahun yang lalu bahkan dipastikan sudah ada sebelum dinosaurus.
Dari 30 jenis penyu yang ada, saat ini tinggal tersisa 7 spesies penyu yang
bisa kita temukan. Indonesia memiliki enam dari tujuh jenis spesies penyu yang
ada di dunia, dimana penyu belimbing memiliki ukuran paling besar diantara yang
lainnya. Selain ukurannya yang lebih besar, penyu belimbing atau Dermochelys
coriacea, satu-satunya jenis penyu yang tidak memiliki kerapas dengan
bentuk punggung menyerupai buah belimbing.
Penyu
belimbing telah bertahan hidup lebih dari ratusan juta tahun, kini menghadapi
ancaman kepunahan. Selama dua puluh tahun terakhir
jumlah ini mengatakan menurun dengan cepat, dan khususnya di kawasan pasifik
diperkirakan hanya sekitar 2.300 betina dewasa yang tersisa. Hal ini
menempatkan penyu belimbing pasifik menjadi penyu laut yang paling terancam
populasinya di dunia. Di kawasan Pasifik, seperti di Indonesia, populasinya
hanya tersisa sedikit dari tahun-tahun sebelumnya.
Saat
ini populasi penyu belimbing di Pantai Jeen Womom dan Pantai Warmon semakin
terancam punah akibat meningkatnya aktivitas manusia. Sampah plastik yang
tersebar di laut lepas seringkali terlihat seperti ubur-ubur bagi penyu belimbing.
Karena rahangnya yang lunak penyu belimbing hanya memakan makanan yang juga
sangat lunak, yaitu ubur-ubur. Akibatnya, plastik yang dimakan penyu belimbing
tidak dapat dicerna hingga pada akhirnya membunuhnya.
BY. JUZAC. SUNDOY
BY. JUZAC. SUNDOY
No comments:
Post a Comment